Selamat Datang di blog ayusponorogo.blogspot.com, jangan lupa follow dan komentar, kami melayani pembuatan blog untuk anda silahkan sms ke no 085736701814 atau email canonrock46@yahoo.com atau ayuzyusuf@gmail.com ,dapatkan update beritanya, kritik dan saran telp. 085736701814, email. ayuzyusuf@ymail.com atau ayuzyusuf@gmail.com
DOWNLOAD VIDEO IN HERE
URL

SEPAK BOLA MEMPERMALUKAN BANGSA

Selasa, 12 Oktober 2010

LAGI-LAGI dunia sepak bola kita mencoreng-moreng wajah kita sebagai bangsa besar. Kali ini dunia sepak bola kita mempermalukan Indonesia melalui ulah para bondho nekat (bonek) alias modal nekat, julukan buruk bagi pendukung fanatik Persebaya. Dalam perjalanan menuju Bandung, lagi-lagi para bonek (sebagian menumpang di atas atap kereta api kelas ekonomi) bertindak anarkhistis, Jumat (22/1) di Stasiun Kereta Api Solo, Jawa Tengah.
Mereka menjarah atau merampok apa saja yang bisa mereka jarah/rampok di stasiun KA itu. Mereka bertindak brutal. Aparat Polri pun tak mampu mengatasinya. Seorang wartawan LKBN Antara yang sedang meliput tragedi itu termasuk salah seorang korban keganasan para bonek.
Luar biasa. Anehnya, pengurus PSSI justru meminta pertanggungjawaban panitia pelaksana pertandingan (Persib). Tentu masih sangat segar dalam ingatan kita bagaimana kesebelasan nasional kita dipecunda-ngi dengan mudah oleh tim nasional negara sangat kecil, Oman, di depan hidung kita sendiri pula pada Rabu malam, 6 Januari lalu. Sejak Indonesia dikalahkan Oman 1-2 pada menit ke-52, rasa malu, kesal, geregetan, jengkel bercampur sedih puluhan ribu penonton di Stadion Gelora Utama Bung Karno Jakarta dan puluhan juta penonton di depan layar televisi semakin menjadi-jadi.
Para pemain sepak bola kita tampak sangat bodoh, seperti orang-orang yang baru kemarin sore belajar main sepak bola saja. Akibatnya, Indonesia gagal total, tak jadi ikut dalam putaran final Piala Asia 2011 di Qatar. Padahal, pada.empat periode sebelumnya (di Uni Emirat Arab pada 1996, di Lebanon pada 2000, di RR Cina pada 2004, dan Jakarta pada 2007) kita selalu lolos dari babak penyisihan. Sejak peristiwa malam itu dunia persepakbolaan kita benar-benar telah berada di titik paling nadir. Sebagai bangsa Indonesia, kita merasa benar-benar dipermalukan oleh PSSI melalui para pemain di depan publik sepak bola dunia.
"Untung" pada masa tambahan waktu, seorang penonton dari Cikarang, Bekasi, Hendri Mulyadi dengan semangat dan keberanian luar biasa, turun cepat dari tribun selatan stadion, lolos dari penjagaan 685 polisi, dan berhasil merebut bola dari kaki penyerang andalan kita, Boaz Salosa, lalu menggiringnya cepat dan menyepaknya keras ke gawang Oman yang dikawal Ali Al-Habsi. Bola ditepis Ali ke arah tengah lapangan. Hendri tampak akan menendangnya lagi ke gawang Ali. Sayang, sang "pahlawan" dadakan pencinta sepak bola nasional itu telanjur "dikeroyok" beberapa polisi. Tragedi sepak bola buatan Hendri itu benar-benar berhasil "menghibur" kita (para penonton). Ini benar-benar sebuah paradoks.
Dalam suasana penuh kecewa dan malu, kita justru "terhibur" oleh ulah seorang penonton yang jelas-jelas melanggar peraturan universal sepak bola. Seolah-olah Hendri mewakili kita semua untuk "menampar" keras muka para pemain sepak bola kita, pelatih, manajer, terutama Ketua Umum dan Sekretaris Umum PSSI, Nurdin Halid dan Nugraha -Besoes yang selama ini dianggap bobrok dan tuli terhadap kritik dan saran.
Ajaibnya, hingga kini sudah lebih 70.000 pencinta sepak bola nasional yang aktif sebagai pengguna jejaring sosial (facebookers) "men-daulat" Hendri menjadi Ketua Umum PSSI, seolah-olah mau menggusur Nurdin Halid yang pernah menderita "salat gula" itu. Tentu saja isi gerakan sosial ini mustahil diwujudkan. Akan tetapi, inilah representasi dan pencerminan realitas sosiologis para pemangku kepentingan sepak bola di tanah air. Beginilah cara menumpahkan ke-muakan dan kemarahan mereka terhadap para pengurus PSSI yang dianggap sangat bobrok, bebal, dan telah mempermalukan bangsa kita di forum internasional dalam tujuh tahun ini.
Kita juga masih ingat betul bagaimana tim sepak bola kita yang diwakili pemain berusia 23 tahun (U-23), gagal total dalam SEA Games akhir tahun lalu. Hal yang paling menyayat hati kita sebagai bangsa dan negara terbesar di Asia Tenggara, tim Merah Putih justru dikeok-kan oleh tim tuan rumah, Laos, negara sangat kecil, berpenduduk sedikit, dan baru kemarin sore belajar bermain sepak bola. PSSI, melalui kesebelasan nasional, telah mempermalukan bangsa kita di depan mata publik sepak bola internasional.
Sejak April 2003 Nurdin Halid, Nugraha Besoes, dan "geng"-nya memimpin PSSI. Sejak itu pula Indonesia tak pernah juara. Memang, pada Piala Kemerdekaan RI 2008 di Jakarta, Indonesia juara, tetapi dengan cara yang sangat memalukan. Di final, pada babak kedua, lawan kita, Libia, tak mau melanjutkan pertandingan, karena pelatihnya dipukul oleh salah seorang ofisial tim Indonesia di kamar ganti sewaktu istirahat. Lagi-lagi PPSI mempermalukan bangsa kita.
Dalam situasi gagal bertubi-tubi, lalu muncul desakan banyak pihak melalui berbagai media dan cara, agar pengurus PSSI, terutama Ketua Umum dan Sekretaris Umum segera dilengserkan. Forum paling tepat menurunkannya, Kongres Nasional PSSI di Bandung pada 15-17 Januari lalu. Ternyata ini tak terjadi sama sekali. Pengurus PSSI tak merasa gagal sama sekali sehingga hal ini tak diagendakan. Para peserta pun ternyata semua tergolong "anak manis". Hasil kongres di hotel berbintang lima itu cuma isu mafia wasit yang telah lama menggurita dan rencana pembentukan lembaga baru dalam tubuh PSSI yang khusus menangani pembinaan dan pengembangan kompetisi pemain berusia muda.
Karena telah terlalu sering PSSI mempermalukan bangsa dan negara kita di berbagai forum internasional dalam tujuh tahun ini dan telah menghabiskan ratusan miliar (kalau bukan triliunan) uang rakyat, termasuk melalui APBD kota-ko-ta/kabupaten-kabupaten untuk klub-klub, para pencinta sepak bola nasional sebagai pemangku kepentingan, secara hukum berhak menggugat pengurus PSSI ke sebuah pengadilan negeri Jakarta. Gugatan kelompok-kelompok masyarakat (class action) ini dapat menggunakan jasa pengacara yang sangat peduli dan prihatin terhadap persepak bolaan nasional. Ini sangat penting dilakukan agar bangsa dan negara kita yang sangat besar dan terhormat ini tidak terus-terusan dipermalukan oleh PSSI. Dengan demikian pula, pada Musyawarah Nasional PSSI pada April 2011, kita berharap, terpilih para pengurus baru (benar-benar baru) PSSI yang dianggap dan diyakini sanggup menegakkan kembali kepala kita sebagai bangsa besar dalam forum sepak bola dunia. **

0 komentar:

Posting Komentar

komentar adalah suatu hal yang penting maka komentarlah...

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

next page

BTricks

VISITOR FLAG

free counters

Mau punya buku tamu seperti ini?
Klik di sini
PERDA PONOROGO. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

 
 
 

Recent Comments