Sebagai orang Indonesia tentu saja saya sangat kecewa dengan kalahnya Tim Garuda di stadion Bukit Jalil oleh kesebelasan Malaysia malam tadi. Namun, saya juga tidak boleh kecewa karena apa yang dipersembahkan oleh Timnas di pertandingan tadi sudah cukup maksimal meskipun dibawah tekanan psikologis main di kandang lawan dan perilaku beberapa supporter Malaysia yang tidak sportif.
Timnas Indonesia
Sebagai orang Indonesia yang sejak kecil diajar untuk memperhatikan dan tidak mengabaikan “tanda-tanda alam”, saya mencoba mengingat kembali kejadian-kejadian yang mendahului pertandingan Timnas Indonesia di final leg 1 malam tadi dan mencoba menghubungkannya dengan petuah dan nasihat orang tua yang selalu diajarkan sejak kecil.
Ternyata memang sudah banyak kejadian yang bisa kita jadikan “petunjuk” sebagai kambing hitam penyebab kekalahan timnas Indonesia.Tanda-tanda tersebut bukanlahhoax dan bukan pula terawangan ahli klenik karena semuanya fakta bersumber dari media, baik koran, televisi maupun portal berita digital, yang saya coba kompilasi setelah menyaksikan kekalahan menyakitkan Timnas Indonesia malam ini. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kompas dan media lainnya 23-26 Des: Kericuhan pejualan tiket final leg 2 di stadion GBK Senayan yang telah dilakukan sejak Kamis lalu hingga minggu sore tadi tidak juga berhenti, bahkan mencapai klimaksnya hari ini yang berujung belasan korban pingsan,satu pemulung (yang masih memakai seragam merah Timnas) ditemukan tewas, dan puluhan orang mendadak kalap menjadi penjarah tiket, perusak fasilitas stadion, dan pembuat onar terhadap saudaranya sendiri - setanah air - senasib sepenanggungan, yang telah dikecewakan oleh PSSI. Bahkan beberapa kelompok massa malah menyatakan kejengkelannya dengan berteriak tidak akan mendukung Timnas lagi karena kecewa dengan manajemen PSSI. Ini kesalahan besar. Orang-orang tua kita selalu menasihati untuk tidak membuat jengkel banyak orang, karena “empat puluh orang saja yang mendoakanmu celaka, maka bisa jadi kenyataan,” demikian nasihat yang selalu saya dengar.
2. Karena mengantri tiket final AFF di Senayan, banyak orang yang bolos kerja, mangkir janji, alpa shalat lima waktu, mengambil yang bukan haknya, merusak fasilitas negara, menyakiti saudaranya sendiri, hingga memanfaatkan pangkat dan jabatannya untuk mengambil hak orang lain (Kompas 25 Des: seorang bintara polisi ditenggarai bekerjasama dengan oknum panitia menjadi calo tiket). Ini lebih salah lagi. Nasihatnya: Niat yang baik itu haruslah diawali dengan perbuatan yang baik. Jika sebaliknya, maka lihatlah hasilnya…
3. Kompas 25 Des: “Pelatih Timnas, Alfred Riedl menolak undangan makan malam Menpora A. Mallarangeng di Kuala Lumpur karena menginginkan pemain timnas konsentrasi dan beristirahat penuh,” Padahal kata orang tua, pamali menolak ajakan makan, itu namanya menolak rejeki. Biasanya penolakan ini akan diikuti oleh “kecelakaan” kecil ataupun kesialan.
Seragam away Timnas Indonesia
4. Timnas tidak kompak dengan supporternya. Sebagian besar penonton pertandingan malam tadi, baik yang datang langsung ke bukit Jalil maupun yang nonton bareng di tempat umum dan nonton sendiri di rumah, memakai baju berwarna merah. Padahal seragam away timnas yang dipakai malam ini putih hijau, yang nuansa merahnya hampir tak terlihat. Tambahan lagi warna putih hijau tidak pernah bersanding dengan lambang Negara Indonesia dalam event apa pun, sejak jaman pra-kemerdekaan hingga reformasi. Moral of the story: Desain baju timnas harus ada warna atau nuansa merahnya, meski hanya satu garis, biar tidak pamali (lagi).
5. Aktivitas pemain Timnas mulai dari latihan sehari-hari, istirahat di hotel, makan siang di rumah petinggi negara, kunjungan ke pesantren, naik pesawat carteran ke kuala Lumpur, hingga kehidupan pribadi mereka dan/atau pasangan mereka menjadi perhatian segala jenis media, termasuk untuk segmen infotainment. Pesan moralnya: infortainment harusnya hanya meliput artis/selebriti. Urusan sepak bola ada acara khususnya, semisal Kabar Olahraga dan sejenisnya. Jangan dicampuradukkan. Lagi-lagi Pamali.
6. Istigotsah untuk Timnas. Wah untuk yang ini saya susah untuk berkomentar, karena bukan ahlinya. Biarlah masyarakat yang menjadi juri yang terbaik (berjalan pergi sambil tersenyum kecut…)
7. Sebenarnya kronologisnya cuma ada enam point, tapi kata orang tua, angka tujuh lebih “berberkah” dari angka enam. Jadi saya cukupkan saja sampai 7 (tujuh), biar tidak pamali (lagi).
Jakarta, awal pagi 27 Desember
0 komentar:
Posting Komentar
komentar adalah suatu hal yang penting maka komentarlah...